Erupsi Gunung Semeru: Fenomena Alam yang Terus Menguji Warga Lumajang

Detikabar.info - Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang berada di kawasan Cincin Api Pasifik, wilayah dengan aktivitas vulkanik paling aktif di dunia. Salah satu gunung api yang paling terkenal dan memiliki sejarah panjang letusan adalah Gunung Semeru. Gunung ini merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa dengan ketinggian 3.676 meter di atas permukaan laut. Tak hanya dikenal sebagai destinasi pendakian favorit, Gunung Semeru juga menyimpan potensi ancaman bencana yang nyata. Salah satu peristiwa yang terus diingat adalah erupsi Gunung Semeru, yang beberapa kali terjadi dalam skala kecil hingga besar.


Gunung Semeru


Sejarah Letusan Gunung Semeru

Gunung Semeru tercatat telah mengalami erupsi berkali-kali sejak abad ke-19. Berdasarkan catatan vulkanologi, letusan gunung ini bersifat vulkanian dan strombolian, dengan ciri utama letusan abu vulkanik, lontaran batu pijar, hingga awan panas guguran. Pada masa lampau, erupsi Semeru jarang terdokumentasi secara detail, tetapi mulai tahun 1941 hingga sekarang, aktivitasnya rutin dipantau oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG).

Erupsi terbesar yang tercatat terjadi pada Desember 2021. Saat itu, letusan dahsyat disertai luncuran awan panas guguran menewaskan puluhan warga, melukai ratusan orang, dan memaksa ribuan penduduk di sekitar lereng gunung untuk mengungsi. Material vulkanik yang dimuntahkan juga menyebabkan kerusakan parah pada infrastruktur, lahan pertanian, serta jembatan penghubung antar desa.

Gunung Semeru

Penyebab Erupsi Gunung Semeru

Seperti gunung api lainnya, erupsi Gunung Semeru dipicu oleh akumulasi tekanan gas dan magma di dalam perut bumi. Magma yang terbentuk dari material batuan cair di dalam dapur magma, secara perlahan naik menuju permukaan akibat tekanan tinggi. Ketika tekanan gas tidak mampu lagi ditahan oleh batuan di atasnya, maka terjadi letusan yang melepaskan abu vulkanik, gas beracun, serta material pijar.

Gunung Semeru memiliki karakteristik letusan eksplosif yang disertai awan panas guguran. Proses ini umumnya terjadi akibat runtuhnya kubah lava yang terbentuk di kawah Jonggring Saloko, kawah aktif Gunung Semeru. Saat kubah lava tak stabil, longsoran material pijar ini meluncur cepat menuruni lereng, membawa abu, pasir, dan batu ke wilayah permukiman.

Dampak Erupsi Terhadap Masyarakat dan Lingkungan

Erupsi Gunung Semeru tak hanya menyebabkan kerugian material, tetapi juga menyisakan trauma psikologis mendalam bagi warga sekitar. Pada letusan Desember 2021, beberapa desa seperti Curah Kobokan, Supiturang, Sumberwuluh, dan Oro-oro Ombo di Kecamatan Pronojiwo dan Candipuro menjadi kawasan paling terdampak.

Awan panas guguran yang meluncur dengan kecepatan tinggi mampu membakar rumah, pepohonan, serta lahan pertanian dalam waktu singkat. Selain itu, abu vulkanik yang menyelimuti area sekitar menyebabkan gangguan pernapasan, iritasi mata, hingga pencemaran air bersih.

Sementara di sektor lingkungan, erupsi Semeru berdampak pada perubahan morfologi gunung dan sedimentasi di aliran sungai. Endapan material vulkanik di sungai-sungai seperti Kali Kobokan meningkatkan potensi banjir lahar hujan saat musim penghujan tiba. Akibatnya, wilayah pemukiman yang berada di bantaran sungai menjadi lebih rentan.

Tanggap Darurat dan Upaya Mitigasi

Setiap kali terjadi erupsi, pemerintah daerah bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan relawan kemanusiaan segera melakukan evakuasi dan pendirian posko pengungsian. Bantuan logistik, medis, serta kebutuhan dasar bagi pengungsi diprioritaskan. Masyarakat sekitar gunung pun rutin menerima sosialisasi tentang jalur evakuasi, cara mengenali tanda-tanda erupsi, serta langkah-langkah penyelamatan diri.

PVMBG terus memantau aktivitas Gunung Semeru menggunakan peralatan seismograf, CCTV pemantau kawah, dan pemetaan daerah rawan bencana. Setiap peningkatan aktivitas vulkanik, PVMBG akan mengeluarkan status gunung api mulai dari Normal (Level I), Waspada (Level II), Siaga (Level III) hingga Awas (Level IV).

Masyarakat juga dihimbau untuk selalu mematuhi rekomendasi pemerintah, terutama tidak beraktivitas di radius 5-13 kilometer dari puncak kawah, tergantung level status gunung.

Aktivitas Gunung Semeru Saat Ini

Hingga tahun 2025 ini, Gunung Semeru masih menunjukkan aktivitas vulkanik yang fluktuatif. Erupsi kecil berupa letusan abu setinggi 500-1.000 meter kerap terjadi setiap beberapa hari sekali. PVMBG menetapkan status Siaga (Level III) sejak Desember 2021 dan belum diturunkan, mengingat masih seringnya terjadi guguran lava pijar dan awan panas guguran.

Beberapa jalur pendakian, seperti jalur menuju Mahameru dan Ranu Kumbolo, ditutup demi keselamatan pendaki. Hanya kawasan sekitar Ranu Pani yang diperbolehkan untuk wisata terbatas. Pemerintah juga terus membangun hunian sementara dan relokasi permanen bagi warga terdampak.

Mitos dan Kepercayaan Masyarakat Sekitar

Gunung Semeru memiliki nilai spiritual kuat bagi masyarakat Jawa, khususnya di wilayah Lumajang dan Malang. Dalam kepercayaan masyarakat Hindu Jawa kuno, Semeru dipercaya sebagai gunung suci tempat bersemayam para dewa. Cerita turun-temurun menyebutkan bahwa Gunung Semeru adalah penyangga Pulau Jawa agar tetap seimbang.

Hingga kini, beberapa ritual adat masih dijalankan di sekitar lereng Semeru, seperti Larung Sesaji dan Upacara Bersih Desa, sebagai bentuk penghormatan kepada alam sekaligus permohonan keselamatan.

Kesimpulan

Erupsi Gunung Semeru menjadi pengingat nyata bahwa manusia hidup berdampingan dengan kekuatan alam yang tak bisa sepenuhnya dikendalikan. Meski menyisakan duka dan kerugian, peristiwa ini sekaligus memperkuat solidaritas masyarakat, meningkatkan kesadaran mitigasi bencana, serta memperkaya tradisi budaya yang berakar pada alam.

Pemerintah, relawan, dan masyarakat harus terus bersinergi dalam upaya pengurangan risiko bencana. Edukasi, penataan kawasan rawan bencana, serta kesiapsiagaan warga menjadi kunci agar ketika erupsi terjadi, korban jiwa dan kerugian dapat diminimalkan.

Gunung Semeru akan tetap berdiri kokoh sebagai simbol kekuatan alam Jawa Timur. Dengan kewaspadaan dan kebijaksanaan, ancaman letusan bisa dihadapi lebih siap, tanpa mengabaikan nilai-nilai tradisi dan kelestarian alam.

 

Share

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel